Senin, 20 September 2010

Reformasi peradilan

Perkembangan Reformasi Birokrasi di Peradilan Agama

Dimuat Oleh Administrator

Selasa, 21 September 2010

Reformasi Birokrasi di Peradilan Agama Harus Terus Digalakkan



Jakarta
badilag.net



Dirjen Badilag Wahyu Widiana kembali mengingatkan pentingnya melaksanakan reformasi birokrasi di Badilag dan seluruh satker di bawahnya. Sebagai bagian dari Mahkamah Agung yang menjadi salah satu project pilot reformasi birokrasi, lingkungan peradilan agama dituntut untuk mampu membuktikan bahwa reformasi birokrasi telah berjalan dengan baik.

“Selama ini telah banyak langkah pembaruan yang dilakukan. Tapi terus terang saja, hal itu harus terus ditingkatkan,” kata Dirjen saat memimpin rapat koordinasi dengan pejabat eselon II, III, dan IV di Gedung Badilag, Senin (20/9/2010).

Menurut Dirjen, pelaksanaan reformasi birokrasi di MA dan empat lingkungan peradilan di bawahnya mengacu pada lima langkah penting yang telah dirumuskan bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.



Kelima langkah tersebut adalah publikasi putusan melalui website, pengembangan Teknologi Informasi (TI), pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim, pemasukan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan peningkatan kinerja secara keseluruhan.

Dari kelima langkah itu, yang menjadi garapan utama Badilag adalah publikasi putusan dan pengembangan TI. Dalam hal ini, Badilag melakukan pembinaan kepada satker di bawahnya agar publikasi putusan dan pengembangan TI tidak berjalan di tempat, apalagi mengalami kemunduran.

“Berdasarkan pengalaman selama ini, publikasi putusan itu sepertinya sederhana, namun ternyata sulit dilaksanakan,” tutur Dirjen. Sejauh ini, kendalanya bisa diidentifikasi menjadi tiga. Yaitu kurangnya SDM yang mumpuni, perhatian pimpinan yang masih minim, dan terdapat keengganan melaksanakannya karena dinilai tidak ada payung hukum yang jelas.

Dirjen menegaskan, kurangnya SDM sebenarnya bisa ditutupi dengan komitmen pimpinan yang kuat. Sementara itu, mengenai anggapan tidak adanya payung hukum, hal itu terbantahkan dengan adanya SK Ketua MA Nomor 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

Mengenai pengembangan TI, Dirjen mengaku senang sekaligus prihatin. Senang karena dari segi jumlah website, misalnya, peradilan agama melampaui lingkungan peradilan lainnya. Hal itu tergambar di buku Pemetaan Implementasi Teknologi Informasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia yang diterbitkan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia baru-baru ini. Dari buku tersebut diperoleh data bahwa lingkungan peradilan agama memiliki website terbanyak. Dari 372 satker yang terdiri dari 29 PTA/MSyP dan 343 PA/MSy, satker memiliki website berjumlah 343.

“Tapi saya juga prihatin karena banyak dari situs itu belum dikelola dengan baik. Misalnya sudah satu bulan tidak di-up date, tidak ada jadwal sidangnya, dan sebagainya. Simpulnya, situs-situs itu belum seluruhnya mencerminkan SK KMA 144/2007,” Dirjen menandaskan.

Dirjen tidak ingin peradilan agama yang sudah mendapat penilaian paling bagus dalam hal pengembangan TI ternyata masih memiliki banyak kekurangan. Karena itu, merupakan kewajiban bersama untuk memperbaiki kondisi ini, dan Badilag akan terus melakukan pembinaan dalam bidang TI sebaik-baiknya.

“Tentu saja TI bukan hanya situs, tapi segala teknologi yang dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan. Jadi bukan hanya aksesori. Bukan hanya untuk membikin orang nyaman, tapi supaya orang juga tidak dijadikan ‘obyek’ pembayaran. Makanya perlu juga Qeue System atau sistem pengaturan antrian,” Dirjen menjabarkan.

Perhatikan Surat Edaran

Dirjen juga menghimbau agar seluruh Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah sungguh-sungguh memperhatikan Surat Edaran Ditjen Badilag Nomor 3357/DjA/HM.01.2/IX/2010. Lampiran Surat Edaran itu memuat formulir isian tentang pelaksanaan reformasi birokrasi di MA dan pengadilan di bawahnya. Dari formulir itu nanti bisa diperoleh data yang terukur mengenai reformasi birokrasi yang telah dijalankan oleh sebuah pengadilan.

Laporan mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana reformasi birokrasi telah dilakukan untuk kepentingan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, laporan ini penting pula dalam rangka mengupayakan peningkatan tunjangan kinerja.

“Setelah Rekernas bulan Oktober nanti akan dilakukan pertemuan pimpinan MA dengan seluruh ketua pengadilan tingkat pertama dan banding untuk membahas hal ini,” kata Dirjen. Setelah itu akan dilakukan pengecekan secara acak oleh tim yang dibentuk Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.



(hermansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar