Senin, 13 September 2010

pengaturan kewarisan

PENGATURAN TENTANG PEWARISAN, PERWALIAN DAN
PERBANKAN DALAM PERPU RI NOMOR 2 TAHUN 2007
PERATURAN Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di NAD dan Nias, telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 6 September 2007 lalu. Meski terbilang agak terlambat, peraturan ini wajib diketahui oleh setiap warga khususnya para korban tsunami baik di NAD maupun di Nias. Ada beberapa hal yang diatur dalam Perpu ini seperti, Pertanahan, Perbankan serta Pewarisan dan Perwalian. Tetapi kali ini, kita akan membahas tentang Pewarisan dan Perwalian serta Perbankan. Pewarisan Terkait dengan Pewarisan, pasal 24 (1) disebutkan: Setiap orang dapat mempunyai hak keperdataan atas harta kekayaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam ayat (2) dikatakan, Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihkan dan/atau dipindahtangankan. Dalam hal pemilik hak keperdataan meninggal, maka hak atas harta kekayaannya beralih kepada ahli waris yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.Hal ini berarti bahwa mengenai ahli waris atau siapa yang menjadi wali bagi ahli waris di bawah umur serta penetapan ahli waris yang ditetapkan oleh Pengadilan atau Mahkamah Syar’iyah, tidak beda dengan aturan yang sudah ada. Misalnya dalam pasal 25 ayat (2) disebutkan, Bagi ahli waris yang masih di bawah umur atau tidak cakap bertindak menurut hukum, pengelolaan atas harta kekayaan dapat dilakukan oleh orang perorangan dari keluarga terdekat. Jika orang perorangan atau keluarga terdekat tidak ada, maka dapat dilakukan oleh masyarakat setempat atau lembaga adat. Dan untuk memperoleh hak atas pengelolaan harta kekayaan, wajib mendapat penetapan dari Pengadilan/ Mahkamah Syar’iyah. Dalam ayat (5) juga disebutkan, Pengadilan dapat menyatakan penetapan pengelolaan harta kekayaan tidak berlaku apabila terjadi penyalahgunaan, pemborosan,atau merugikan kepentingan anak. Ditambahkan Amrullah, laporan yang dilakukan Baitul Mal tingkat gampong tidak terbatas hanya kepada pihak pengadilan/Mahkamah Syar’iyah. Jika si wali sudah melakukan tindak kriminal, maka Baitul Mal tingkat gampong dapat melaporkan si wali ke pihak kepolisian. Dalam pasal 26 ayat (2) disebutkan, pengadilan dapat menetapkan pihak lain untuk mewakili hak dan kepentingan pengelolaan atas harta kekayaan anak. Pada dasarnya, aturan-aturan yang ada dalam Perpu no.2 Tahun 2007 ini, hampir mirip dengan beberapa ketentuan yang sudah ada dengan penambahan dalam beberapa hal tentunya. Hanya saja, seperti yang diungkapkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiahkuala, Mawardi Ismail -dalam Workshop Perpu No.2 Tahun 2007 yang digelar baru-baru ini- Perpu ini, cenderung hanya ditujukan kepada pengelolaan harta dan tidak mengatur tentang pengasuhan anak yang tidak ada lagi orang tuanya. Hal ini cukup disayangkan sebenarnya, karena Perpu ini jadi terkesan hanya fokus pada masalah harta si anak saja dan tidak cukup memberi perhatian dan ruang kepada manusianya/ si anak. Perwalian Wali dalam pengertian pasal 1 angka 5 didefenisikan
sebagai: orang atau badan yang menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perwalian dalam Perpu ini cenderung hanya akan membicarakan harta
peninggalan si ahli waris, baik kepada ahli warisnya langsung maupun kepada ahli waris berupa badan atau lembaga yang ANDA DAN HUKUM DALAM KESEHARIAN - 53 Rubrik ini dipublikasikan atas kerjasama Harian Serambi INDONESIA dengan IDLO Semua artikel dalam seri ini dapat ditemukan pada website IDLO di http://www.idlo.int/bandaacehawareness.HTM sudah ditetapkan pengadilan/Mahkamah Syar’iyah. Dalam Perpu No.2 Tahun 2007, kewenangan Badan Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan diatur dengan jelas sebagai pengelola harta bagi harta yang ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya dan juga sebagai wali pengawas. Sebelumnya, kewenangan Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan dalam mengelola harta yang tidak lagi ada ahli warisnya, belum diatur secara jelas dan tegas, baik sebagai wali pengelola harta maupun sebagai wali pengawas.
Penetapan untuk pencabutan hak wali yang sudah
ada karena diketahui terjadi penyalahgunaan, pemborosan
atau merugikan kepentingan anak, dikatakan Kepala
Baitul Mal Aceh, Amrullah, dapat dilakukan berdasarkan
laporan Baitul Mal di tingkat gampong yang diketuai oleh
Imeum Meunasah/gampong ke pengadilan/Mahkamah
Syar’iyah. Hal ini terkait kewenangan Baitul Mal sebagai
wali pengawas, sebagaimana yang diatur dalam pasal
32 ayat (1) Perpu ini.
Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 27, harta
kekayaan yang pemiliknya dan ahli warisnya tidak
diketahui keberadaannya, karena hukum, berada di
bawah pengawasan dan pengelolaan Baitul Mal atau
Balai Harta Peninggalan sampai ada penetapan
pengadilan. Baitul Mal untuk kaum muslim, pengelolaan
harta non muslin dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan.
Terkait dengan hal ini, Baitul Mal atau Balai Harta
Peninggalan mengajukan permohonan kepada pengadilan
untuk ditetapkan sebagai pengelola terhadap harta
kekayaan yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya,
sesuai dengan pasal 28.
Bagaimana jika harta tersebut sudah dikelola oleh
Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan tetapi jika di
kemudian hari, dapat diketahui kembali orang yang
dinyatakan tidak diketahui keberadaannya? Dalam hal
ini, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
permohonan keberatan kepada pengadilan atau Mahkamah
Syar’iyah. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 29.
Jika kemudian pengadilan mengabulkan permohonan
yang bersangkutan terkait pengajuan permohonan
keberatannya, maka Baitul Mal atau Balai Harta
Peninggalan wajib mengembalikan harta kekayaan yang
dikelolanya disertai Berita Acara Penyerahan.
Dalam bagian perwalian ini, kembali ditegaskan
bahwa anak di bawah umur yang orang tuanya telah
meninggal atau tidak cukup cakap untuk bertindak
menurut hukum, maka harta kekayaannya dikelola oleh
wali dengan ketentuan perundang-undangan.
Tetapi jika dalam hal ini, pihak keluarga tidak
mengajukan permohonan penetapan wali, maka Baitul
Mal atau Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas
mengajukan permohonan penetapan wali kepada
pengadilan/Mahkamah Syar’iyah, sesuai dengan pasal
32. Selanjutnya, permohonan penggantian wali dapat
diajukan oleh Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan
kepada pengadilan/Mahkamah Syar’iyah.
Perbankan
Dengan keluarnya Perpu No.2 Tahun 2007 ini, maka
rekening-rekening bank/ nasabah korban tsunami baik
yang masih ada ahli warisnya ataupun tidak, dapat
diselesaikan. Karena selama ini, meski sudah banyak
rekening-rekening seperti itu sudah diselesaikan bank
dengan para ahli waris, tetapi masih banyak juga yang
belum diselesaikan. Biasanya karena belum ada
penetapan ahli waris dan juga tidak adanya lagi ahli waris
si nasabah.
Terkait hal ini, dalam pasal 19 ditegaskan, bahwa
Bank harus mengumumkan
nama dan alamat nasabah
p e n y i m p a n o l e h b a n k .
Dengan keluarnya Perpu No.2 Tahun 2007 ini, Amrullah,
menyebutkan, Baitul Mal dapat bertindak pro aktif dalam
kasus-kasus seperti ini. Karena dari beberapa kasuskasus
paska tsunami yang ada selama ini, Baitul Mal
terkendala dalam langkah hukum yang harus ditempuh.
Khususnya untuk simpanan nasabah di bank yang tidak
diketahui lagi keberadaan pemiliknya atau ahli waris
nasabah. Dengan keluarnya Perpu No.2 tahun 2007
sesuai dengan pasal 18, dana dari pemilik rekening, ahli
waris/wali nasabah yang tidak diketahui lagi, maka bank
menyerahkan simpanan nasabah tersebut kepada Baitul
Mal atau Balai Harta Peninggalan
Penyerahan itu tidak secara serta merta, karena ada
beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan,
sesuai dengan pasal 18 ayat (2), bank harus:
a. melakukan penelitian terhadap rekening simpanan
yang diduga tidak ada lagi pemilik atau ahli waris/
wali nasabah.
b. Mencari alamat nasabah sebagaimana dimaksud
pada huruf a paling sedikit 3 kali dalam kurun waktu
2 tahun sejak berlakunya Perpu ini
c. Mengajukan permohonan penetapan kepada
p e n g a d i l a n y a n g b e r w e n a n g m e n g e n a i
penyerahan simpanan nasabah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Dalam pasal 16 Perpu No.2 Tahun 2007 ini,
disebutkan, bank dapat mengeluarkan bukti kepemilikan
atas simpanan yang hilang atau musnah akibat bencana
gempa bumi dan tsunami sesuai pencatatan yang ada
pada bank berdasarkan permintaan nasabah atau ahli
waris/wali nasabah setelah bank meyakini kebenaran
identitas nasabah atau ahli waris /wali nasabah. Dalam
ayat (2) disebutkan, keyakinan atas kebenaran identitas
nasabah atau ahli waris/wali nasabah dapat diperoleh
dengan cara:
a. meminta nasabah atau ahli waris/wali nasabah
mengisi formulir identifikasi nasabah bank
b. meminta bukti keterangan ahli waris/wali nasabah
yang dikeluarkan oleh pengadilan apabila yang
mengajukan adalah ahli waris/wali nasabah.
Hal ini juga berlaku untuk penarikan dana yang
dilakukan nasabah atau ahli waris/wali nasabah yang
tidak didukung dengan dokumen yang lengkap.
Sayangnya, dalam ayat (4) dikatakan, dalam hal
catatan mengenai simpanan nasabah di bank musnah
dan nasabah atau ahli waris/wali nasabah dapat
menunjukkan bukti simpanannya di bank, maka bank
melakukan pencatatan setelah bank meyakini
kebenaran atau keaslian bukti simpanan tersebut.
Menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala,
Mawardi Ismail sebagaimana dimuat dalam Serambi
tertanggal 11 November 2007, ketentuan ini telah
menjadikan hak nasabah atau ahli warisnya menjadi
relatif. Artinya, semuanya tergantung pada keyakinan
bank, kewenangan untuk membuktikan keaslian bukti
simpanan secara sepihak ada pada bank. Harusnya
sebut Mawardi Ismail, bukti simpanan itu harus sah secara
hukum maka bank wajib mengakui dan melakukan
pencatatan serta membayar hak nasabah atau ahli warisnya
dan bukan hanya berdasar pada keyakinan bank.
M e s k i p u n d e m i k i a n , d i h a r a p k a n d a l a m
pelaksanaannya, baik pihak bank maupun nasabah/ahli
waris/wali nasabah tidak merugikan pihak manapun.
Karena jangan sampai korban tsunami yang sudah
terkena bencana mengalami bencana dalam bentuk
lainnya, karena hal-hal teknis yang tidak diatur secara
detail oleh peraturan yang ada.
P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar