Rabu, 22 September 2010

GURUNYA ULAMA JAWA

(GURUNYA ULAMA JAWA )


Posted on Maret 2, 2009 by Dr. KHR. zaenal mahmud
Tinggalkan komentar

Nama Kyai Haji Soleh Darat memang tidak setenar Para Ulama di Tanah Air sekaliber KH.Nawawi Albantani dan KH.Hasyim Asyari, namun dibalik kemasturan tersebut KH.Soleh Darat merupakan sosok ulama yang memilki andil besar dalam penyebaran Islam di Pantai Utara jawa Khususnnya di Semarang. Murid yang pernah berguru kepadanya adalah KH.Hasyim Asy’ari Pendiri ponpes Tebuireng dan Pendiri Jamiyyah Nahdlatul Ulama {NU) dan KH.Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyyah.

Beliau Bernama Muhammad Saleh lahir lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada sekitar tahun 1820 , ayah beliu bernama KH.Umar sosok ulama yang teerkenal pada masa Pengeran Diponegoro. Sejak kecil Kh.Saleh Darat mendapat tempaan ilmu dari Ayahnya yang memang seorang Ulama, setelah dirasa cukup lama belajar dengan ayahnya, KH Saleh Darat melakukan pengembaraan keberbagai tempat dalam menimba ilmu hingga akhirnya Beliau berkesempatan belajar di Mekkah, Disana beliau berguru dengan Ulama -ulama besar diantarnya Syaikh Muhammad Almarqi, Syaikh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syaikh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syaikh Zahid, Syaikh Umar Assyani, Syaikh Yusuf Almisri serta Syaikh Jamal Mufti Hanafi dan Kh Saleh Darat bertemu dengan santri -santri yang berasal dari Indonesia antara lain KH Nawawi Al bantani dan KH Muhammad Kholil Al Maduri.

Nama Darat yang disandangnya merupakan sebutan masyarakat untuk menunjukan tempat dimana Kh Saleh tinggal yaitu di kampung darat yang masuk dalam wilayah kelurahan Dadap sari kecamatan Semarang Utara. Sebagaimana Kebiasaan Para ulama dahulu selalu menyebutkan Daerah Asal dibelakang namanya seperti Al Bantani ( Banten), Al Maduri ( Madura ), Al Banjari ( Banjar ) dll, begitu juga dengan Kh Saleh Darat Beliau biasa menggunakan namanya Muhammad Saleh Bin Umar Al Samarani yang bearti dari Semarang. Sekembalinya menimba ilmu di Mekkah Kh Saleh Darat mengajar di Pondok Pesantren Darat milik mertuanya KH Murtdlo, sejak itu pondok pesantren berkembang dengan pesatnya banyak santri-santri yang berdatangan dari berbagai daerah di pulau jawa untuk menimba ilmu darinya.Di antara murid -murid beliu yang termashur adalah KH.Hasyim Asyari(tebu ireng), Kh.Ahmad Dahlan , Kh Munawir( krapyak Jogja),KH Mahfudz (termas Pacitan ) maka pantas rasanya bila KH Saleh darat disebut sebut sebagai Gurunya Para Ulama di Jawa. KH Saleh darat banyak menulis kitab-kitab dengan menggunakan bahasa PEGON ( hurup Arab dengan menggunakan Bahasa Jawa) Bahkan Beliau Sempat pula menterjemahkan Alquran dengan menggunakan Hurup Pegon seperti KItab Faid ar-Rahman yang merupakan Tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dengan Hurup Pegon, Kitab tersebut dihadiahkan kepada RA Kartini sebagai Kado pernikahannya dengan RM Joyodiningrat yang menjabat sebagai bupati Rembang.

Karya karya beliau lainnya adalah Kitab Majmu’ah asy-Syariah, Al Kafiyah li al-’Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya Imam Al Ghazali, Kitab Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata’if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil Al-’Abid ‘ala Jauharah at-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya’, Kitab hadis al-Mi’raj, dan Kitab Asrar as-Salah.Hingga kini Karya -karya beliau masih di baca di pondok-pondok pesantren Di jawa.KH.Saleh daratmeninggal dunia pada tanggal 28 Ramadan 1321 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1903 dan di makamkan dikomplek Pemakaman Umum Bergota Semarang.

setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru kota melakukan haul Kiai Saleh Darat di kompleks pemakaman umum Bergota Semarang.

uwais alkorni

SOSOK PENGHUNI LANGIT

Maret 6, 2009 by Dr. KHR. zaenal mahmud
1 Komentar

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya. Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”. Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”. Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi. Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! ”katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? ”Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.“Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal. Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.) Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di langit.

Tulisan ini juga pernah say abaca dalam 1001 kissah teladan; dan dalam Ceramah Ustad Armen Halim Naro, semoga cerita ini bermanfaat bagi kita semua

halal bi halal

HALAL BIHALAL DAN TOLERANSI BERAGAMA

Ditulis ulis oleh Rizqon Khamami

Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya. Dan dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Itulah makna Idul Fitri.
Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya. Dan dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Itulah makna Idul Fitri. Dosa yang paling sering dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul Fitri merupakan momen penting untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok. Budaya saling memaafkan ini lebih populer disebut halal-bihalal. Fenomena ini adalah fenomena yang terjadi di Tanah Air, dan telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang. Dalam pengertian yang lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Keberadaan Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani. Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman. Menurut Dr. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317). Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab, sejauh yang saya ketahui, masyarakat Arab sendiri tidak akan memahami arti halal-bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu. Halal-bihalal, tidak lain, adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Halal-bihalal merupakan tradisi khas dan unik bangsa ini.
Kata halal memiliki dua makna. Pertama, memiliki arti 'diperkenankan'. Dalam pengertian pertama ini, kata halal adalah lawan dari kata haram. Kedua, berarti ‘baik’. Dalam pengertian kedua, kata ‘halal’ terkait dengan status kelayakan sebuah makanan. Dalam pengertian terakhir selalu dikaitkan dengan kata thayyib (baik). Akan tetapi, tidak semua yang halal selalu berarti baik. Ambil contoh, misalnya talak (Arab: Thalaq; arti: cerai), seperti ditegaskan Rasulullah SAW: Talak adalah halal, namun sangat dibenci (berarti tidak baik). Jadi, dalam hal ini, ukuran halal yang patut dijadikan pedoman, selain makna ‘diperkenankan’, adalah yang baik dan yang menyenangkan. Sebagai sebuah tradisi khas masyarakat Melayu, apakah halal-bihalal memiliki landasan teologis? Dalam Al Qur’an, (Ali 'Imron: 134-135) diperintahkan, bagi seorang Muslim yang bertakwa bila melakukan kesalahan, paling tidak harus menyadari perbuatannya lalu memohon ampun atas kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, mampu menahan amarah dan memaafkan dan berbuat kebajikan terhadap orang lain.
Dari ayat ini, selain berisi ajakan untuk saling maaf-memaafkan, halal-bihalal juga dapat diartikan sebagai hubungan antar manusia untuk saling berinteraksi melalui aktivitas yang tidak dilarang serta mengandung sesuatu yang baik dan menyenangkan. Atau bisa dikatakan, bahwa setiap orang dituntut untuk tidak melakukan sesuatu apa pun kecuali yang baik dan menyenangkan. Lebih luas lagi, berhalal-bihalal, semestinya tidak semata-mata dengan memaafkan yang biasanya hanya melalui lisan atau kartu ucapan selamat, tetapi harus diikuti perbuatan yang baik dan menyenangkan bagi orang lain.
Dan perintah untuk saling memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain seharusnya tidak semata-mata dilakukan saat Lebaran. Akan tetapi, harus berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Halal-bihalal yang merupakan tradisi khas rumpun bangsa tersebut merefleksikan bahwa Islam di negara-negara tersebut sejak awal adalah agama toleran, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama. Perbedaan agama bukanlah tanda untuk saling memusuhi dan mencurigai, tetapi hanyalah sebagai sarana untuk saling berlomba-lomba dalam kebajikan.
Ini sesuai dengan Firman Allah, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) berbuat kebaikan". (Q.S. 2:148). Titik tekan ayat di atas adalah pada berbuat kebaikan dan perilaku berorientasi nilai. Perilaku semacam ini akan mentransformasi dunia menjadi sebuah surga. Firman Allah (SWT), “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, benar (imannya) ; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa". (Q.S. 2:177)
Berangkat dari makna halal-bihalal seperti tersebut di atas, pesan universal Islam untuk selalu berbuat baik, memaafkan orang lain dan saling berbagi kasih sayang hendaknya tetap menjadi warna masyarakat Muslim Indonesia dan di negara-negara rumpun Melayu lainnya. Akhirnya, Islam di wilayah ini adalah Islam rahmatan lil ‘alamiin.

Wallau a’lam.
Rizqon Khamami,
Mahasiswa Pasca Sarjana Jamia Millia Islamia (JMI) New Delhi, India.



Selasa, 21 September 2010

kesaksian kepada janazah

*Hal Kesaksian Kepada Jenazah*


Warga NU sudah tidak berbeda pendapat dalam memahami hadits tentang isyhad atau minta kesaksian agar yang hadir diajak bersaksi bahwa, “Almarhum ini orang baik”. Hanya teknis penyampaian isyhad itu yang sering mengundang
kritik.Misalnya, ada pak kiai yang mamberi sambutan dalam rangka mamitkan jenasah

dengan mengatakan: “Meniko jenasah sae nopo awon para rawuh?” (jenasah ini baik apa jelak hadirin?) Otomatis para hadirin serempak menjawab “sae”
(baik)! Biasanya bahkan diulang sampai 3 kali. Persaksian semacam ini masih sering kita dengar di kalangan masyarakat kita. Bagi yang kurang sependapat dengan kebiasaan semacam ini, mungkin akan bilang: “Minta persaksian kok dipaksa!” Artinya, teknis persaksian di atas dipandang ada unsur pemaksaan. Akan tetapi, orang-orang NU punya alasan: Bagaimana tidak menjawab “sae” (baik) kalau kita sedang berada di muka umum! Mungkin tampak terasa lebih halus bila memilih redaksi bernada “saran”, misalnya: “Hadirin, marilah kita bersama bersaksi bahwa jenazah ini jenasah yang baik…” atau mungkin redaksi lain yang mirip dengan itu, sebab kita hidup dalam budaya timur, dan kita tidak hidup di tahun 40-an. Mengenai Isyhad yang kita bicarakan ini tentu ada dasar hukumnya. 

Dalil Pertama:
Dalam kitab Fathul Wahab, Juz I disebutkan bahwa nunnah hukumnya menyebut kebaikan si mayit bila mengtahuinya. Tujuannya tiada lain untuk mendorong agar lebih banyak yang memintakan rahmat dan berdoa untuknya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Hibban dan Hakim:

اذكروا محاسن موتاكم وكفوا عن مساويهم

Sebutlah kebaikan seorang yang meninggal dunia dan hindari membuka aibnya.

Dalil kedua:

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abi Bakrah Nafi’ bin
Harits, Rasulullah bersabda: Maukah kalian aku beri tahu tentang dosa yang
besar? (Rasulullah mengulang sampai 3 kali). Para sahabat menjawab:
Bersedia, wahai Rasulullah. Nabi lalu bersabda lagi: Menyekutukan Allah,
durhaka kepada kedua orang tua (nabi sedang berdiri sambil bersandar, lantas
duduk, dan bersabda lagi): Hindarilah kata-kata keji/ bohong dan beraksi
dengan kata-kata itu. (Nabi mengulang-ulang perkataan itu sampai kamu
berharab dia diam). Saya (Imam an-Nawawi) berkata: hadits-hadits dalam bab
ini banyak sekali, tetapi cukuplah apa yang sudah saya sebutkan di atas.

Dalil ketiga:

Nabi bersabda: Setiap muslim yang disaksikan sebagai orang baik oleh 4 orang, Allah akan memasukkan ke surga. Kami (para sahabat) bertanya: Kalau disaksikan 3 orang? Nabi menjawab: Kalau disaksikan 3 orang juga masuk
surga. Kalau dissikan 2 orang? Nabi menjawab: Dua orang juga. Kami tak
menanyakan lagi bagaimana kalau hanya dipersaksikan oleh satu orang. (HR.Bukhari)

*KH. Munawir Abdul Fattah*

*Pengasuk Pondok Pesantren Kerapyak, Yogyakarta*
Tulisan ini saya ambil dari mas anan

GUSDUR

keluarga-islam] Gus Dur: Cinta Konseptual dan Cinta Kongkret


Ananto

Mon, 06 Sep 2010 18:31:23 -0700

Cinta Konseptual dan Cinta Kongkret



Oleh: KH. Abdurrahman Wahid

Minggu lalu, kekeras' marah kepadanya dan berniat menyeretnya ke pengadilan? atau minimalmbali penulis memutar compact disc (CD) di mobilnya dan
mendengarkan lagu-lagu hard rock yang diciptakan Dhani Dewa. Penulis memutar lagu-lagu tersebut untuk mencari tahu apa sebabnya pihak-pihak 'Islam garis untuk 'menakuti' anak-anak muda yang hendak membeli kaset atau CD tersebut.Sampai-sampai terpaksa penulis membelanya, demi mempertahankan terhadap kemungkinan pelanggaran Undang-Undang Dasar dengan adanya tindak kekerasan terhadap grup band ini. Karena alasan yang digunakan, sama sekali tidak masuk akal manusia yang berpikir sehat.
Menentang sesuatu secara terbuka dan terang-terangan, tanpa kejelasan sebab-sebabnya adalah perbuatan gila yang tidak akan dilakukan penulis.Karena itulah penulis mendengarkan CD di atas. Ternyata Dewa Band hanya bernyanyi biasa-biasa saja. Penulis lebih kagum pada permainan musik dan olah instrument yang dibawakan mereka, daripada oleh lirik-lirik berbagai nyanyian yang dipersembahkan oleh band musik tersebut. Karena lagu-lagu tersebut memang produk musik dan bukanya produk  sastra, maka hal itu sebenarnya adalah wajar-wajar saja. Bukankah lagu Natal yang dibawakan mendiang Jim Reeves laku dipasaran lebih dari lima puluh juta copy kaset, sebenarnya kuat dalam permainan musik dan bukannya dalam kata-kata? Karya Dhani Dewa dan kawan-kawannya inipun seperti itu juga, sehingga kita tidak 'terkecoh' hanya oleh liriknya yang digelar. Padahal apresiasi yang kuat juga harus diberkan atas musiknya secara keseluruhan dan tidak melulu karena liriknya. Namun, bagaimanapun juga telisik atas lirik-liriknya harus dilakukan, jika kita ingin tahu sebab sebenarnya dari 'serangan' terhadap lagu-lagu ciptaan mereka itu. Itulah kira-kira sikap yang sehat dan tidak berpihak, yang seharusnya diambil dalam kasus ini. Ketika penulis kembali mendengarkan dengan teliti, barulah diketahui apa sebab Front Pembela Islam menjadi marah terhadap Dhani Dewa. Yaitu karena dalam lirik-liriknya, Dhani Dewa menunjuk kepada cinta yang kongkret kepada Tuhan, bukannya sekedar cinta konseptual yang sering dibawakan orang dalam lagu-lagu atau ceramah-ceramah mereka. Cinta konseptual yang dimaksudkan adalah cinta kepada Tuhannya orang Islam, yang dikenal dengan nama Allah SWT. Dalam pandangan ini Tuhan dianggap sebagai milik golongan mereka dan harus diperlakukan sebagai 'tokoh golongan' mereka, bukannya 'tokoh' yang secara umum dikenal oleh berbagai pihak sebagai Tuhan. Bagi sementara orang, Tuhan yang begini ini sangat memuaskan karena 'mudah dikenal'. Namun bagi seorang seniman,Tuhan yang demikian itu adalah Tuhan yang memiliki keterbatasan karena dirumuskan sesuai dengan kemampuan manusia. Padahal, Tuhan jauh lebih berkuasa dari pada manusia manapun, sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an "Dia berkuasa atas segala sesuatu" (Huwa 'ala kuli shai'in qadir). Jadi hanya Tuhan yang demikianlah yang patut disembah. Karena itu segala macam perbuatan manusia tidak dapat dikaitkan dengan Tuhan. Secara terus terang Dhani Dewa mengatakan "Atas nama cinta saja. Jangan bawa-bawa nama Tuhan demi kepentingan mu." Ini adalah kensekuensi logis dari manusia sudah diberi kekuatan oleh Tuhan. Namun hal semacam ini tidak diterima oleh mereka yang berpandangan lain itu.  Sebenarnya orang-orang yang menolak pandangan Dhani itu tidak memiliki argumentasi yang kuat. Karena itu mereka 'memperkuat' pandangan mereka dengan tindakan-tindakan fisik yang keras. Mereka mengira, dengan demikian akan tercapai keinginan mereka menghentikan 'kesalahan-kesalahan' yang diperbuat orang-orang seperti Dhani Dewa itu. Mereka tidak memahami kenyataan bahwa tindak kekerasan dan pengucilan fisik atas produk-produk yang dianggap salah itu tidak akan berbuah banyak. Karena generasi muda telah memiliki preferensi mereka sendiri, yang erat kaitannya dengan soal selera yang mereka senangi. Maka tindakan melarang nyanyian-nyanyian itu hanyalah tindakan ceroboh yang akan merusak kredibilitas lembaga yang melakukannya. Paling tinggi, ia hanya menjadi lembaga pelarangan seperti yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru beberapa tahun yang lalu. Dalam sebuah masyarakat modern yang majemuk dan didasarkan pada pluralitas, soal selera diserahkan kepada perkembangan masyarakat itu sendiri. Karenanya, tidak akan mungkin diberlakukan sebuah larangan dalam bentuk apapun. Karena itu dapat dipahami mengapa disamping munculnya musik Hard rock dan Jazz disamping irama Klenengan dan Keroncong sebagai 'perwakilan' musik tradisional. Orang boleh saja menangisi munculnya sebuah jenis musik baru, tetapi selama musik lama dapat bertahan dipasaran, maka ia akan ada yang mendukung. Sedangkan sebuah 'tradisi baru' akan terus muncul sebagai perantara antara berbagai hal yang sudah ada, termasuk yang tadinya baru. Mau tidak mau kita harus menjalani kenyataan 'tradisi' itu yang kemudian akan kita tinggalkan sebagai warisan, dan menjadi budaya campur aduk dengan segala kemodernannya. Dari situ, sebagian dari kita menemukan pola hidup yang mungkin membentuk kepribadiannnya -hal itu tidak usah disesali. Sebagian lainnya, mencoba melakukan jenis responsi apa yang ingin diberikan terhadap kebudayaan baru yang dianggap tidak dapat ditolaknya. Ini belum  lagi jika kita masukan ke dalamnya akibat-akibat dari teknologi modern dan sebagainya. Karena itu dapat dimengerti jika manusia dalam sebuah budaya yang demikian, tampak tidak mampu mencari jalan keluar dan bertindak seolah-olah menjadi manusia yang binggung. Sementara kaum muslimin dalam menghadapi keadaan seperti itu mempunyai dua pilihan, yaitu dari segi budaya atau institusional . Dari segi budaya, yaitu dengan melahirkan sikap budaya kolektif yang memancarkan 'ke-Islaman', seperti NU dan Muhammadiyah. Sebaliknya, pendekatan institusional lebih mementingkan tumbuhnya kemampuan Islam untuk 'mengalahkan' budaya-budaya lain. Kalau perlu memaksakan institusi Islam itu dengan kekerasan, seperti dengan melakukan dengan pengeboman di sejumlah tempat dan sebagainya. Responsi dengan menggunakan 'kekerasan' itu, tidak terbatas hanya dengan menggunakan alat-alat fisik saja tetapi juga ancaman dan gertakan, seperti yang dialami Jemaat Ahmadiyah Indonesia, maupun oleh seniman seperti Dhani Dewa dan Inul Daratista.Karena itu, kita harus berhati-hati untuk mengamati perkembangan kelompok-kelompok 'pemaksa' itu. Kita bukanlah negara Islam, karenanya kita berpegang kepada Undang-Undang Dasar. Kita harus berani mempertahankan dengan segala cara yang sah menurut hukum Undang-Undang Dasar tersebut. Kalau ada orang yang menyatakan kita melanggar ketentuan-ketentuan Islam, dengan menggunakan contoh negara lain, kita harus berani menyatakan bahwa negara kita adalah Negara Nasionalistik, bukannya Negara Islam. Kenyataan ini harus ditekankan berulang kali. Sikap ini sebagai bagian dari sikap melestarikan atau merubah kehidupan kita secara sungguh-sungguh., bukan?

Ciganjur, 11 September 2005 --

"...menyembah yang maha esa,

menghormati yang lebih tua,

menyayangi yang lebih muda,

mengasihi sesama..."

Senin, 20 September 2010

Silaturrahim KPTA JPR

Silaturrahim Ketua PTA Jayapura


Dimuat Oleh Administrator

Rabu, 15 September 2010

SILATURRAHIM IDUL FITRI 1431 H, KETUA PTA JAYAPURA KE PA JAYAPURA DAN PA SENTANI


( Ketua PTA Jayapura Drs.H. Abdurrahman HAR, SH ketika ketika bersilaturrahim dengan pegawai Pengadilan Agama Sentani sekaligus melakukan pengecekan daftar hadir pegawai pada hari pertama kerja pasca libur lebaran Idul Fitri 1431 H )


Jayapura
pta-jayapura.go.id


Setelah liburan Idul Fitri 1431 H dan libur bersama selama 5 (lima) hari usai, hari pertama masuk kerja, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jayapura Drs.H. Abdurrahman HAR, SH bersama para Hakim Tinggi, Wakil Sekretaris serta pejabat dan staf kepegawaian mengadakan kunjungan silaturrahim Idul Fitri ke Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Sentani, sekaligus memantau kehadiran pegawai di kedua Pengadilan tersebut, yang sebelumnya dilakukan pula silaturrahim dan pengecekan kehadiran pegawai di PTA Jayapura.

Usai di adakan pengecekan tingkat kehadiran pegawai di PTA Jayapura, PA Jayapura dan PA Sentani, dilakukan juga pemantauan tingkat kehadiran pegawai di Pengadilan Agama lainnya di Papua dan Papua Barat melalui telephon yang dilaksanakan oleh bagian Kepegawaian.

Dari hasil pengecekan dan pemantauan kehadiran pegawai tersebut, dari 261 PNS di lingkungan Pengadilan Tinggi Agama Jayapura dan 12 Pengadilan Agama dalam wilayah hukum PTA Jayapura, terdapat 4 % atau 10 orang pegawai yang tidak masuk kerja usai cuti bersama pasca lebaran dengan alasan yang tidak jelas, bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas harus di beri teguran atau sanksi sesuai ketentuan PP nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS, tegas Ketua PTA Jayapura. Teguran atau sanksi tersebut merupakan konsekuwensi bagi PNS yang melanggar disiplin, karena sebagai abdi negara dan abdi masyarakat sudah selayaknya setiap PNS meningkatkan disiplin, termasuk disiplin masuk kerja, agar dapat melayani masyarakat secara maksimal.







(Ketua PTA Jayapura Drs.H. Abdurrahman HAR, SH ketika menyampaikan arahan dan teguran masalah disiplin masuk kerja di hadapan pimpinan dan para pejabat Pengadilan Agama Jayapura)

Masalah kedisiplinan pegawai tersebut, Ketua PTA Jayapura mengharapkan semua pimpinan Pengadilan Agama untuk bersama-sama menjadi contoh yang baik di lingkungan kerjanya masing-masing serta jangan membiarkan kebiasaan yang melanggar aturan disiplin pegawai dibiarkan terus menerus terjadi, kedepan masalah disiplin harus menjadi perhatian bersama.

Diharapkan pimpinan dan para pejabat Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Sentani, Ketua PTA Jayapura meminta supaya pemberian cuti kepada pegawai di lingkungan masing-masing mengacu kepada ketentuan yang berlaku, tidak melebihi 5 %, dan karena cuti setiap lebaran terbatas, supaya diatur gilirannya secara baik.

Selain melakukan pengecekan dan pemantauan tingkat kehadiran para pegawai, kunjungan Ketua PTA Jayapura ke Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Sentani tersebut sebagai ajang silaturrahim Idul Fitri, saling memaafkan dengan para pegawai dan sekaligus untuk melihat secara langsung, apakah puasa yang telah dijalani para pegawai Pengadilan Agama selama satu bulan tersebut mampu membawa efek positif, terutama efek positif yang berkaitan dengan disiplin masuk kantor,bukankah ketika puasa di bulan ramadhan semuanya mampu disiplin untuk menahan melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari subuh hingga magrib, seharunya kedisiplinan dalam berpuasa tersebut terbawa dalam kinerja sehari-hari.



Reformasi peradilan

Perkembangan Reformasi Birokrasi di Peradilan Agama

Dimuat Oleh Administrator

Selasa, 21 September 2010

Reformasi Birokrasi di Peradilan Agama Harus Terus Digalakkan



Jakarta
badilag.net



Dirjen Badilag Wahyu Widiana kembali mengingatkan pentingnya melaksanakan reformasi birokrasi di Badilag dan seluruh satker di bawahnya. Sebagai bagian dari Mahkamah Agung yang menjadi salah satu project pilot reformasi birokrasi, lingkungan peradilan agama dituntut untuk mampu membuktikan bahwa reformasi birokrasi telah berjalan dengan baik.

“Selama ini telah banyak langkah pembaruan yang dilakukan. Tapi terus terang saja, hal itu harus terus ditingkatkan,” kata Dirjen saat memimpin rapat koordinasi dengan pejabat eselon II, III, dan IV di Gedung Badilag, Senin (20/9/2010).

Menurut Dirjen, pelaksanaan reformasi birokrasi di MA dan empat lingkungan peradilan di bawahnya mengacu pada lima langkah penting yang telah dirumuskan bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.



Kelima langkah tersebut adalah publikasi putusan melalui website, pengembangan Teknologi Informasi (TI), pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim, pemasukan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan peningkatan kinerja secara keseluruhan.

Dari kelima langkah itu, yang menjadi garapan utama Badilag adalah publikasi putusan dan pengembangan TI. Dalam hal ini, Badilag melakukan pembinaan kepada satker di bawahnya agar publikasi putusan dan pengembangan TI tidak berjalan di tempat, apalagi mengalami kemunduran.

“Berdasarkan pengalaman selama ini, publikasi putusan itu sepertinya sederhana, namun ternyata sulit dilaksanakan,” tutur Dirjen. Sejauh ini, kendalanya bisa diidentifikasi menjadi tiga. Yaitu kurangnya SDM yang mumpuni, perhatian pimpinan yang masih minim, dan terdapat keengganan melaksanakannya karena dinilai tidak ada payung hukum yang jelas.

Dirjen menegaskan, kurangnya SDM sebenarnya bisa ditutupi dengan komitmen pimpinan yang kuat. Sementara itu, mengenai anggapan tidak adanya payung hukum, hal itu terbantahkan dengan adanya SK Ketua MA Nomor 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

Mengenai pengembangan TI, Dirjen mengaku senang sekaligus prihatin. Senang karena dari segi jumlah website, misalnya, peradilan agama melampaui lingkungan peradilan lainnya. Hal itu tergambar di buku Pemetaan Implementasi Teknologi Informasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia yang diterbitkan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia baru-baru ini. Dari buku tersebut diperoleh data bahwa lingkungan peradilan agama memiliki website terbanyak. Dari 372 satker yang terdiri dari 29 PTA/MSyP dan 343 PA/MSy, satker memiliki website berjumlah 343.

“Tapi saya juga prihatin karena banyak dari situs itu belum dikelola dengan baik. Misalnya sudah satu bulan tidak di-up date, tidak ada jadwal sidangnya, dan sebagainya. Simpulnya, situs-situs itu belum seluruhnya mencerminkan SK KMA 144/2007,” Dirjen menandaskan.

Dirjen tidak ingin peradilan agama yang sudah mendapat penilaian paling bagus dalam hal pengembangan TI ternyata masih memiliki banyak kekurangan. Karena itu, merupakan kewajiban bersama untuk memperbaiki kondisi ini, dan Badilag akan terus melakukan pembinaan dalam bidang TI sebaik-baiknya.

“Tentu saja TI bukan hanya situs, tapi segala teknologi yang dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan. Jadi bukan hanya aksesori. Bukan hanya untuk membikin orang nyaman, tapi supaya orang juga tidak dijadikan ‘obyek’ pembayaran. Makanya perlu juga Qeue System atau sistem pengaturan antrian,” Dirjen menjabarkan.

Perhatikan Surat Edaran

Dirjen juga menghimbau agar seluruh Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah sungguh-sungguh memperhatikan Surat Edaran Ditjen Badilag Nomor 3357/DjA/HM.01.2/IX/2010. Lampiran Surat Edaran itu memuat formulir isian tentang pelaksanaan reformasi birokrasi di MA dan pengadilan di bawahnya. Dari formulir itu nanti bisa diperoleh data yang terukur mengenai reformasi birokrasi yang telah dijalankan oleh sebuah pengadilan.

Laporan mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana reformasi birokrasi telah dilakukan untuk kepentingan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, laporan ini penting pula dalam rangka mengupayakan peningkatan tunjangan kinerja.

“Setelah Rekernas bulan Oktober nanti akan dilakukan pertemuan pimpinan MA dengan seluruh ketua pengadilan tingkat pertama dan banding untuk membahas hal ini,” kata Dirjen. Setelah itu akan dilakukan pengecekan secara acak oleh tim yang dibentuk Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.



(hermansyah

Kamis, 16 September 2010

PENGASIHAN

ini warisan dari nenek, sebuah doa jawa, kuperuntukkan untuk anakku, keluargaku yang masih satu nenek moyang, bukan untuk orang lain; doa ini amat ampuh dan sewaktu saya masih duduk di madrasah/SD waktu itu malam hari saya dibangunkan nenek dan diajarkan sampai hafal; Saya bertanya sama nenek apakah doa ini bisa dibacakan sama orang tua ? ya,..... cobalah bacakan kepada orang tuamu, kau bikin marah bapakmu kemudian kamu bacakan doa ini, maka hati bapakmu akan luluh; Saya semangat dan percaya sama nenek, karena nenek yang melahirkan orang tua saya; Maka tepat tahun baru 1974 saya berangkat ke surabaya dengan tujuan melihat acara pentas Dandut "SONETA" waktu itu masih ngetop-ngetonya lagu begadang; Celana Komprang dan Rambut Gondrong; Saya boncengan naik Honda kebo dengan sahabat karibku Drs. Ainul Yaqin malik; Cak Munir Almarhum dengan istrinya; Mahfudh nawawi dengan Suheb,.....saya berangkat tidak pamit dengan ayahku Jumiin; Setelah semalam suntuk kami begadang paginya pulang ditempat kos cak munir, pagi itu nyeletuk ada yang bilang kita ini enaknya kemana ? yang lain bilang kita ini enaknya nanti siang mandi di selecta malang (sebuah tempat rekreasi), makannya di belitar, beraknya di kediri; omong punya omong ternyata kita menyepakati ucapan tsb. berangkatlah rombongan dengan mengendarai sepeda motor;....dalam perjalanan rupanya kita punya nasib sial, sepeda motor yang dinaiki Ainul yakin Jatuh, celana robek dan saat itu aku dbonceng dibelakang jga jath tetapi aku tidak apa-apa tidak ada yang lecet, karena waktu jatuh tiba-bia aku duduk di sadel sepeda motor dan alhamdulillah meski banyak truk tapi saya selamat; waktu itu kita berdiskusi apakah keinginan kita mandi diselecta, ke belitar dan ke kediriri mau dilanjutkan ? rupaya kita sepakat tetap pergi; setelah sampai di selecta kita mandi-madi dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Welingi Belitar; Saya bersilaturrahim dengan Keluarga di Weling; bisik npunys bisik, kita dilarang berak, karena berak kita harus di Kediri; Setelah bersilaturrahim dengan seluruh keluarga khususnya nenek, dan mbah buyut dan yang lain kita pamit menuju kediri; Sesampai di Kediri kita bersilaturrahim kerumah yangkung Romli Anwar dan semua rombongan ternyata benar semua masuk WC dan beol; setelah menginap disana satu hari kita pulang ke Gresik; dan sesampai di Rumah Ainul Yakin ibuku Janiyah datang memberi tahu kalau ayahku marah-marah karena saya pergi 3 hari 3 malam tanpa pamit; kata ibuku bapak sudah mnyediaan kayu untuk nyambok/mukuli saya dan benar-benar orang tuaku sangat marah; Karena ortuku sudah marah, maka akupun shalat sunnah dan membacakan doa pengasian yang diberikan nenekku: Setelah mentalku siap akupun pulang; Ayahku waktu itu masih shalat magrib di masjid, dan kemudian beliau datang, membuka pintu sambil mengucap salam, salam orang tuaku kemudian aku jawab dan ortuku mendudukkan aku di Kursi; Sebelum ortuku bicara aku sudah nyeletuk bicara duluan : Bapak ada salam dari nenek dan dari mbah buyut dan eyang buyut di welingi , bapak menjawab alaika waalaihimussalam; Bapakku mulai berbicara dan bertanya : Kenapa kamu pergi gak bilang bapak ? kamu waktu itu punya uang kah tidak ? saya diam tidak menjawab,..hanya aku berkata saya gak bawa uang, saya hanya ikut ainul yaqin; Bapakku berkata, " Coba kalau kau bilang kan dikasih uang sama orang tua, karena kamu gak bilang maka kamu susah sendiri gak punya uang, makanya kalau lain hari pergi supaya kamu minta izin sama orang tua" aku menjawab iya pak saya mohon maaf dan lain hari kalau saya pergi saya akan minta izin sama ortu; inilah cerita bagaimana aku mendapat doa pengasihan dari nenekku yang ijikan langsung pada bapakku jumiin almarhum; Adapaun doanya adalah sebagai berikut : " WALJAMINU ONO SAK JERUNE SERNGENGE ALLAH KANG NGAWERUHI MUHAMMAD KANG NUTURI, ONO TEKO LA TANGIYO LUNGGUH BALE SUN ANGEN-ANGEN KOEN MANEH GAK WELAS ASIHO NANG JABANG BAYI ENGSUN KAKI DEWAMU WELAS ASIH NANG JABANG BAYI ENGSUN TEKO WELAS TEKO ASIH ASIH X7 SAKENG ALLAH ASIHO JABANG BAYINE......................................MARANG ENGSUN"

kaf 40


UNTUK SAHABATKU ZR.PUARADA NAN JAUH DI RANTAU; DOA INI BISA DIDAPAT DIBUKU FIQ TULISAN SYAIKH YUSUF AL-MAKASSSARI; NAMUN DOA INI SAYA DAPAT IJAZAH LANGSUNG DARI GURU THARIKAT SAYA CUCU SYAKH ALBANJARI; INI SAYA IJAZAHKAN UNTUK SHBT ZR.PUARADA SEMOGA DIAMALKAN DAN DIBACA SETIAP SHALAT DENGAN MEMOHON KPD ALLAH...................................SEMOGA BERHASIL.

Rabu, 15 September 2010

kisah ttg qamaruzzaman

CERITA ANAK MISKIN MENJADI RAJA
(Inilah dongeng yang paling disukai anakku diwaktu kecil hingga SMP; dongeng ini saya dapatkan dari seorang ustadz....ketika itu aku juga masih duduk dibangku tsanawiyah; Kisah ini menurutnya dari buku alful lailah walailah; meskipun anakku sekarang udah kuliyah mngkin masih menyenagi cerita ini)
alkisah;....ada seorang yang bernama Qamaruzzaman..........entar ayah mau shalat dulu nanti baru dilanjut;

Selasa, 14 September 2010

khadonah/pemeliharaan anak

1. Mendahulukan kepentingan anak sesuai dengan ketentuan pasal 10 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Aank.
2. Mengupayakan perdamaian melalui mediasi.
3. Menerapkan lembaga dwangsom atau
4. Menerapkan ketentuan Pasal 225 HIR/259 Rbg.
PERMASALAHAN
Berbagai masalah dan kesulitan dalam penyelesaian baik pada tahapan pemeriksaan apalagi saat pelaksanaan eksekusinya, karena sampai saat masalah eksekusi putusan anak masih ada perselisihan dimana ada ahli hukum yang berpendapat anak tidak dapat di eksekusi sedangkan ahli hukum yang lain putusan hadhanah dapat di eksekusi. Para ahli hukum yang berpendapat putusan hadhanah tidak dapat di eksekusi beralasan bahwa selama ini yurisfrudensi yang ada tentang eksekusi semuanya hanya bidang hukum kebendaan, bukan terhadap orang. Oleh karena itu ekesukusi terhadap anak sesuai dengan kelaziman yang ada maka tidak ada eksekusinya, apalagi putusan bersifat deklatoir, karena kenyataan sekarang eksekusi terhadap anak hanya bersifat sukarela. Sedang ahli hukum yang memperbolehkan eksekusi terhadap anak dapat dijalankan bahwa perkembangan hukum yang dianut akhir-akhir ini menetapkan bahwa masalah penguasaan anak yang putusannya bersifat comdennatoir, jika sudah BHT putusan tersebut dapat di eksekusi ( Abdul Manan : 436), pemakalah tidak panjang lebar membahas dalam eksekusi anak dengan segala problemanya, karena Pemakalah dalam masalah Hadhonah ini akan mengangkat masalah yang sering kita hadapi dan kendaanya dalam penyelesaian perkara hadhonah sebagai berikut :
1. Apabila keberadaan anak yang sudah mumayyiz ada di luar negeri atau karena hal menjaga psikologi anak tersebut sehingga anak tersebut enggan hadir kepersidangan, apakah anak tersebut boleh hanya dengan mengirimkan surat pernyataan secara tertulis?
2. Apabila anak yang telah mumayyiz dipersengketakan pemeliharaannya oleh ayah dan ibunya yang sekarang sudah secara jelas telah keluar dari agama Islam salah satu diantara ibu atau ayahnya tersebut, dalam hal ini masihkah anak tersebut harus dimintai pendapatnya tentang harus ikut siapa ?
3. Bolehkah kita memberikan pilihan tentang akan ikut siapa diantara ayah atau ibinya terhadap anak yang belum berumur 12 tahun sesuai dengan PR yang dikemukakan TUAD UDILAG saat acara ORIENTASI TUGAS HAKIM SE-WILAYAH BANTEN di Anyer ?
PEMECAHAN MASALAH
1.1. Landasan yang mengharuskan Majelis mempertimbangkan anak boleh memilih dintara ayah atau ibunya ketika ayah dan ibunya memilih bercerai adalah terdapat

dalam pasal 105 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam yang selanjutnya disingkat (KHI) yang berbunyi :
" pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya"
Dari bunyi pasal tersebut diatas tidak ada kalimat yang mengharuskan Pengadilan/Majelis Hakim secara langsung di depan persidangan mendengar pendapat anak yang disengketakan pemeliharaan oleh ayah atau ibunya tentang akan ikut siapa ketika ayah atau ibunya berpisah, tetapi hanya anak tersebut diberikan hak memilih diantara ibu atau ayahnya yang bercerai.
Dengan demikian hadirnya anak kedepan persidangan untuk mengemukakan pendapatnya tentang hak memilih yang dipunyai anak tersebut terhadap ayah atau ibunya yang bercerai bukan hal yang impertif kehadirannya dipersidangan, karena apabila kita mengahadapi keberadaan anak yang sudah mumayyiz ada di luar negeri atau karena hal menjaga psikologi anak tersebut sehingga anak tersebut enggan hadir kepersidangan, Majelis bisanya menyelesaikannya dengan hak pilihan anak tersebut dalam bentuk surat pernyataannya yang ditulis sebagai bukti tertlis.
Penyelesaian seprti ini telah dilakukan oleh Pemakalah dalam perkara No: 350/Pdt.G/2005/PA.Tgrs yang juga dikuatkan oleh Putusan Banding Nomor : 20/Pdt.G/2007/PTA.Btn dan putusan ini sekarang kasasi yang sampai saat ini belum ada putusan kasasinya dan bila nanti hal ini dapat menjadi yurisfrudensi bagi kita.
2.2 Berbagai fiqh yang dominan mensyaratkan orang yang berhak memegang hak pemeliharaan anak/hadhonah seperti juga yang tercantum dalam buku PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA ISLAM KONTEMPORER mensyaratkan sebagai berikut :
1. Baligh (tidak terganggu ingatannya).
2. Mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan mendidik mahdun ( anak yang diasuh) dan tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan tugas hadhonah menjadi terlantar.
3. Jika pemegang hadhonah itu ibu di syaratkan tidak kawin dengan laki-laki lain.
4. Beragama Islam.
Berkaitan dengan kebolehannya seorang anak memilih akan/mau dipelihara oleh ibu atau ayahnya dengan persyaratan si pemegang hadhonah harus beragama Islam. Dalam masalah ini Pemakalah akan mengutif sebagaimana di tulis dalam buku sebagaimana judul tersebut diatas halamam 182 – 183 bahwa :
Masa mumayyiz adalah dari umur tujuh tahun sampai menjelang baligh, pada masa ini seorang anak secara sederhana telah mampu membedakan mana yang berbahaya dan mana yang bermanfaat bagi dirinya, oleh karena itu ia/ anak tersebut
telah dianggap mampu menjatuhkan pilihannya sendiri, apakah anak tersebut akan ikut ibu atau ayahnya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huraeroh menceriterakan seorang perempuan mengadukan tingkah laku bekas suaminya yang hendak merebut anak mereka berdua yang telah mulai mampu menolong mengangkat air dari sumur, lalu Rasulullah menghadirkan kedua pihak yang berperkara serta anak tersebut dengan pemeriksaan yang dilakukan Rasulullah sebagai berikut :
" Hei anak ini ibumu dan ini ayahmu pikirlah mana yang engkau sukai untuk tinggal bersamanya lalu anak itu memilih ibunya"
Adanya pengakuan Rasulullah atas pilihan anak itu barangkali karena dalam kasus tersebut memang anak itu lebih pantas dan lebih baik ikut bersama ibunya, namun dalam kasus lain dimana Rasulullah melihat pilihan anak itu merugikan dirinya, maka Rasulullah menolak pilihan anak dan Rasulullah memutuskan berlainan dengan pilihan anak itu sendiri, ini dilakukan Rasulullah dalam kasus RAFI’I BIN SIMAN dimana waktu itu RAFI’I telah masuk Islam sementara istrinya tetap musyrik (HR. Abu Daud).
Dari kasus-kasus diatas dapat diketahui pada prinsipnya yang menjadi pertimbangan adalah kepentingan anak itu sendiri, jika dalam satu kondisi dimana pilihan anak itu tidak menguntungkan diri anak tersebut , Hakim boleh mengubah pilihan anak tersebut dan menentukan mana yang lebih maslahat bagi mereka. Berdasarkan pertimbangan itu pula As-Sam’ani dalam kitab Subulus-salam menjelaskan bahwa jika seorang anak tidak menjatuhkan pilihannya untuk dipelihara dan diasuh ibunya disebabkan karena ibunya tidak mau membiarkannya menghabiskan waktu untuk bermain dan memaksa anak tersebut untuk belajar Al-Qur’an, maka pada pada kondisi yang demikian seorang yang berwenang dalam hal ini Hakim perlu memutus bahwa ibunya lebih berhak untuk mengasuh anak itu, karena itu kita dalam hal meminta pendapat anak dalam hak pilihannya tersebut harus dilihat dari alasan anak memilihnya.
Dalam hal ini kita juga dapat lihat dalam UU. No. 23 Tahun 2002 tentamg Perlindungan Anak dalam hal terjadi perceraian atas perkawinan campuran (antara WNI dan WNA) anak yang sudah berhak memilih tetap diberikan hak pilihnya, namun pilihan anak tersebut tidak serta merta menjadi hal yang menjadi putusan Pengadilan karena dalam pasal itupun ada kata atau berdasarkan putusan Pengadilan berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya. Dan lebih lengkapnya pasal 29 ayat (2) dan (3) UU. No. 23 Tahun 2002 sebagai berikut :
(2) Dalam hal terjadinya perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) aanak berhak unutk memilih atau berdasarkan putusan Pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.

(3) Dalam hal terjadinya perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menenukan pilihan dan ibunya berkewaranegaraan RI, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewaganegaraan RI bagi anak tersebut.
Dengan demikian hak yang melekat pada anak yang telah mumayyiz untuk menentukan pilihannya sebagaimana yang telah dijamin oleh pasal 10 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Adalah tetap harus dilakukan meskipun diantara ibu atau ayahnya yang bersengketa salah satunya berkeyakinan di luar Islam, atau diantara mereka berlainan bangsa, namun dalam memutuskan terhadap pilihan anak tersebut harus melihat untuk kemaslahatan anak tersebut yang dalam hal ini bukan hanya kemaslahatan dunianya saja tetapi juga adalah akhir dari dunia ini yaitu akhiratnya.
3.3. Untuk menjawab PR Bapak TUADA ini kita kembali kepada sejarah terbentuknya KHI, bahwa meskipun KHI ini adalah suatu capaian yang sangat spektakuler yaitu untuk menyatukan pedoman dan acuan para Hakim yang sebelumnya bersumber dari berbagai kitab yang berbeda mazhab, namun seperti dalam tulisan Yahya Harahap,SH yang juga merupakan tokoh yang tidak dapat dipisahkan dari lahirnya KHI tersebut bahwa menurtutnya: KHI jangan dianggap seolah-oleh sudah final dan sempurna, jangan tergoda oleh bayangan-bayangan unutk menganggap KHI sebagai karya sejarah yang menumental dan agung, tetapi terimlah kehadiran dan keberadaannya dengan segala kekurangannya dengan harapan kekurangan dan kelemahannya itu menjadi pendorong untuk menggali, mencari dan menemukan kebenaran dan keadilan yang lebih hakiki (Mimbar Huklum No. 5 Th. 1992).
Dalam kaitan dengan bolehkah kita menanyakan atas pilihan anak akan ikut ibu atau ayahnya yang bercerai yang usia anak tersebut belum usia 12 tahun sebagaimana yang diatur dalam pasal 105 huruf (a) bahwa:
" pemeliharaan anak yang belum mumayyiz /belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya"
Dapat kita tafsirkan bahwa kata gori anak belum mumayyiz adalah dibawah umur 12 tahun. Sedangkan dalam litertur-literatur lain arti dari mumayyiz adalah anak yang belum bisa membedakan antara mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan dirinya, Dan didalam fiqh priode belum mumayyiz yaitu anak yang belum berumur 7 tahun
Seperti ketika saat peritiwa dialog antara Nabi Ismail dengan Nabi Ibrahim dalam hal akan menjalankan perintah Allah hal qurban yang pernah saya baca dalam tulisan di Republika saat itu Ismail baru berusia 7 tahun.
Kalaulah kita perhatikan dari uraian tersebut diatas masalah mumayyiz atau belum mumayyiz adalah bukan terpokus pada titik central usia dari seseorang, tertapi titik centralnya terkait dengan tingkat kecerdasan anak itu sendiri, namun mungkin dari amatan para ulama yang dalam hal ini para perumus KHI. Bahwa anak-anak di Indonesia baru dapat membedakan atau dianggap dapat berpendapat apabila anak tersebut telah berumur 12 tahun.
Dengan demikian apabila kaitan memilih tersebut ada kaitannya dengan tingkat kecerdasan seorang anak kita bisa saja dalam menyelesaian persengketaan anak yang belum berumur 12 tahun dengan meminta pendapat kepada anak tersebut dengan terlebih dahulu kita meminta pendapat Psikolog yang dalam hal ini adalah ahli yang dapat mendeteksi tingkat kecerdasan seseorang yang dengan batasan umur terendah anak tersebutpun adalah 7 tahun sampai sebelum 12 tahun.
Hal ini sesuai dengan aturan pasal 10 UU. No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan anak bahwa :
" Setiap anak berhak mengatakan dan didengar pendapatnya, menerima, ……….dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Begitupun bila kita telah memilihnya itu tetap harus diberikan hak kepada atau ayahnya untuk diberikan akses melihat, menjenguk, mengajak jalan-jalan dan hak yang sama unutk bermusyawarah dalam mementukan pendidikan anak tersebut sesuai dengan pasal 59 UU. No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi Manusi berbunyi :
(1). Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak aanaknya sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak.
(2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1) hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin oleh UU.
KESIMPULAN
1. Tidak menjadi syarat/imperatif anak yang dipersegketakan di hadirkan kepersidangan untuk menentukan pilihannya ikut ibu atau ayahnya karena pilihan anak tersebut dapat dilakukan melalui surat pernyataan yang ditandatanganinya.
2. Hak memilih anak yang disengketakan oleh ibu atau ayahnya tetap harus diberikan, namun tidak menjadikan serta merta kita mengambil alih pilihannya dalam kaitan ayah atau ibunya berbeda keyakinan, karena aqidah adalah sebagai

ukuran penentu kelangsungan atas keberlakuan hak hadhonah tersebut atau menjadi gugur karenanya.
3. Mumayyiz atau belum mumayyiz seorang anak lebih ditentukan oleh tingkat kecerdasannya anak tersebut, karenannya kita dapat memberikan hak pilih dalam mentukan siapa yang berhak mengAsuh dintara ibu atau ayahnya yang bercerai bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya setelah ada rekomondasi dari psikologi.
PENUTUP
Demikianlah beberapa hal hadhonah yang sering kita temui dalam praktek yang terkadang kasusnya sangat komplek dan cukup luas jangkauannya yang sekarang telah di sepakati perkara ini tidak mengenal lagi nebis en idem, karena itu kita harus cermat dan berhati-hati dalam memutuskan.
Dari itu dalam penyelesaian masalah hadonah itu tidak hanya mengacu kepada ketentuan perundang-undangan saja, melaikan harus memperhatikan nilai-nilai dari hukum dalam masyarakat, kaidah-kaidah agama, lingkungan dari ayah dan ibu yang akan diberi hak hadhonah serta aspek lain demi kemaslahatan diri anak yang akan menjadi asuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumpulan Perturan Perundang-undangan dalam lingkungan Peradilan Agama, Yayasan Hikmah .
2. UU. Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak berserta Penjelasannya.
3. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisfrudensi dengan Pendekatan Ashuliyah, Satria Efendi.
4. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, H. Abdul Manan.
5. Hukum Acara Peradilan Islam, Ibnu Qayyum Al-Jauziyah.
6. Varia Peradilan No. 263 Oktober 2007.
7. Mimbar Hukum No. 5 Th. 1992.
8. Makalah Perlindungan Anak di Tinjau Dari Kuasa Asuh Orang Tua..

Rasul menangis

Rasul Menangis Karena Rabbnya
Kamis, 02/09/2010 09:34 WIB email print share
oleh Saiful Islam Mubarak
Hakikat menangis, Rasul SAW juga sebagai tauladan yang mutlak bagi semua umatnya dalam segala segi, termasuk dalam praktek menangis karena Rabbnya.
Beliau terbukti sering menangis baik sedang berada di tempat sepi ataupun di depan orang banyak, baik sewaktu membaca, atau mendengar ayat-ayat al-Qur’an bahkan disebabkan hal lain. Untuk lebih jelas mari kita perhatikan beberapa riwayat di bawah ini:
Menangis sewaktu shalat karena bacaan Al Qur’an
عن ابن عمر قال إخبرينا بأعجب ما رأيته من رسول الله صلى الله عليه وسلمفبكت وقالت كل أمره كان عجبا أتاني في ليلتي حتى مس جلده جلدي ثم قالذريني أتعبد لربي عز وجل قالت فقلت والله إني لأحب قربك وإني أحب أن تعبدربك فقام إلى القربة فتوضأ ولم يكثر صب الماء ثم قام يصلى فبكى حتى بللحيته ثم سجد فبكى حتى بل الأرض ثم اضطجع على جنبه فبكى حتى إذا أتى بلالالصبح قالت فقال يا رسول الله ما يبكيك وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبكوما تأخر فقال ويحك يا بلال وما يمنعني أن أبكي وقد أنزل علي في هذهالليلة إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأوليالألباب ثم قال ويل لمن قرأها ولم يتفكر فيها.
Dari Ibnu Umar RA (hai Aisyah!) beritahu kami tentang apa yang paling mengagumkan dari yang kamu lihat pada Rasulullah SAW, maka ia menangis dan berkata: Semua tingkah lakunya selalu mengagumkan. Pada suatu malam beliau datang kepadaku hingga bersentuhan kulitnya dengan kulitku, kemudian beliau bersabda: Perkenankan aku menyembah Rabbku Azza wa Jalla, maka aku berkata: demi Allah sungguh aku sangat senang engkau berada di dekatku, dan aku juga segan engkau menyembah Rabbmu.
Maka beliau berdiri untuk mengambil air wudlu dalam gariba, dan beliau tidak banyak menggunakan air, kemudian beliau melakukan shalat maka menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya, kemudian sujud maka menangis hingga air matanya membasahi lantai, kemudian beliau berbariang dan terus menangis hingga tiba waktu shubuh terdengar suara Bilal.
Aisyah berkata: Bilal berkata: hai Rasulallah apa yang membuat engakau menangis, padahal Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang dahulu ataupun yang akhir. Aduhai Bilal! Bagaimana aku tidak menangis sedangkan pada malam ini telah turun kepadaku inna fii khalqissamawat … Kemudian belliau bersabda: sungguh rugi orang yang membacanya tanpa disertai dengan tafakkur. Dengan hadis di atas maka jelaslah bahwa menangis sewaktu shalat karena membaca al-Quran adalah sunah Rasul yang mesti diikuti ummatnya.
Menangis karena mendengar Al-Qur’an dibacakan
عن عمرو بن مرة قال قال لي النبي صلى الله عليه وسلم اقرأ علي قلت آقرأعليك وعليك انزل قال فإني أحب أن أسمعه من غيري فقرأت عليه سورة النساءحتى بلغت فكيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد قال أمسك فإذا عيناه تذرفان
Dari Amr bin Murrah, Rasulullah SAW bersabda: Bacakan kepadaku (Al Qur’an)! Apakah patut aku membacakan kepadamu, padahal kepadamu diturunkannya? Beliau bersabda: Aku ingin mendengar dari yang lain. Maka aku bacakan surat al-Nisa hingga sampai bacaan ku pada ayat كيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد beliau bersabda: "tahanlah (berhenti)!"
Ternyata kedua mata mencucurkan air mata. Rasulullah saw tidak saja mudah menangis sewaktu membaca al-Quran, akan tetapi dikala beliau mendengar pun ternyata begitu mudah meneteskan air mata hingga tidak sanggup melanjutkannya.
Menangis karena kondisi lain
Jika ada yang berpandangan bahwa menangis hanya dinilai baik bila sedang sendirian pada waktu sunyi maka sesungguhnya Rasulullah saw suka menangis tidak hanya pada waktu sendirian dan ditempat sunyi. Beliau sebagai hamba yang paling dicintai Allah, ternyata tidak hanya menangis karena membaca al-Qur’an atau mendengarnya di tempat yang sepi pada malam hari akan tetapi beliau terkadang menangis juga di ruang terbuka dan didengar oleh para sahabat, hingga membuat mereka menangis karena terbawa tangisannya.
عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم لما أقبل من غزوة تبوك واعتمرفلما هبط من ثنية عسفان أمر أصحابه أن يستندوا إلى العقبة حتى أرجعإليكم فذهب فنزل على قبر أمه فناجى ربه طويلا ثم إنه بكى فاشتد بكاؤهوبكى هؤلاء لبكائه وقالوا ما بكى نبي الله صلى الله عليه وسلم بهذاالمكان إلا وقد حدثت في أمته شئ لا يطيقه فلما بكى هؤلاء قام فرجع إليهمفقال ما يبكيكم قالوا يا نبي الله بكينا لبكائك قلنا لعله حدث في أمتكشئ لا تطيقه قال لا وقد كان بعضه ولكن نزلت على قبر فدعوت الله أن يأذنلى في شفاعتها يوم القيامة فأبى الله أن يأذن لي فرحمتها وهي أمي فبكيتالحديث
Dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW ketika kembali dari perang Tabuk dan melakukan umrah dan ketika sammpai di Asfan beliau menyuruh para sahabat untuk menunggu di Aqabah hingga aku (Rasul) datang kepadamu. Maka beliau pergi dan turun menuju kuburan ibunya, maka bermunajat (merintih) kepada Rabbnya demikian lama, kemudian beliau menangis dan semakin menjadi menangisnya, maka merekapun pada menangis karena tangisannya. Dan mereka berkata: Nabi SAW tidak akan menangis di tempat ini kecuali ada yang menimpa ummatnya yang beliau tidak mampu memikulnya.
Ketika mereka semua menangis beliau berdiri dan kembali menghadap kepada mereka seraya bersabda: mengapa kalian menangis? Meraka berkata: hai Nabiyullah kami menangis karena engkau menangis. Kami berkata: boleh jadi ada sesuatu yang menimpa ummatmu yang engkau sanggup menghadapinya. Beliau bersabda: ya itu diantara penyebabnya, tapi juga karena aku turun menuju kuburan maka aku berdo’a kepada Allah mohon diizinkan untuk membersyafaat kepadanya pada hari kiamat, maka Allah menolaknya maka aku mengasihaninya karena dia adalah ibuku maka aku menangis……(alhadits)
Hadits diatas menjelaskan tentang tangisan Rasul yang terdengar oleh para sahabat yang membuat mereka hanyut dalam kesedihan. Artinya para sahabat menangis karena terpangaruh oleh Rasulullah Saw. Dan pada kondisi lain terjadi sebaliknya, yaitu Rasulullah menangis karena mendengar para sahabat menagis, sebagaimana keterangan Abu Hurairah:
قال أبو هريرة لما نزلت أفمن هذا الحديث تعجبون قال أهل الصفة إنا للهوإنا إليه راجعون ثم بكوا حتى جرت دموعهم على خدودهم فلما سمع النبي صلىالله عليه وسلم بكاءهم بكى معهم فبكيت لبكائه فقال النبي صلى الله عليهوسلم لا يلج النارمن بكى خشية الله ولا يدخل الجنة مصر على معصية اللهولو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون فيغفر لهم ويرحمهم إنه هوالغفور الرحيم
Abu Hurairah berkata: ketika turun ayat “afamin haadzal hadiitsi ta’jabuun” Ahi Shuffah berkata: “innaa lillah wainnaa ilaihi raji’un”. Kemudian mereka menangis hingga pipi mereka penuh dengan air mata. Ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka, beliaupun menangis bersama mereka, maka akupun menangis. Maka Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang terus menerus ma’siat kepada Allah. Sekiranya kamu tidak berdosa pasti Allah akan mewafatkanmu dan Dia akan mendatangkan satu kaum yang berdosa kemudian mengampuni dan menyayangi mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang"
Dua hadits ini menjelaskan bahwa suasana sangat mendukung untuk mencapai kekhusyuan. Dua peristiwa yang sangat mengagumkan. Pertama gambaran bahwa para sahabat mendengar Rasul menangis maka mereka pun menangis padahal mereka belum mengetahui apa yang membuat Rasul menangis. Pada hadis kedua dapat kita saksikan bahwa para sahabat sangat peka dan sensitif dikala mendengar ayat al-Quran.
Mereka merasa bahwa setiap kali ayat diturunkan maka merekalah yang menjadi sasaran utama. Seolah-olah ayat ini menegur mereka hingga mereka merasa sebagai yang terancam dengan siksa. Abu Hurairah menangis terpengaruh oleh tangisan Rasul, dan Rasul menangis ketika mendengar para sahabat menangis sementara sahabat menangis karena menengar ayat dibacakan kepada mereka.
Karena itu muhasabah bersama sangat diperlukan untuk mendidik dan melatih diri kita agar hati kita menjadi lembut. Mudah-mudahan dengan kedua hadits ini, hamba-hamba Allah yang merasa ragu akan keshahihan muhasabah bersama kiranya dapat menjalin hubungan dan meningkatkan ukhuwwah Islamiyah dengan yang biasa melakukan muhasabah bersama.
Karena hal tersebut sudah jelas bermanfaat untuk silaturrahim antar sesama muslimin muslimat, meski latar belakang mereka berbeda namun dapat berkumpul pada waktu yang sama ditempat yang sama untuk membina diri meraih hakikat takwa kepada Allah SWT. Wallahu 'alam.

"); }
// ]]> -->

pembaharuan MA

MAHKAMAH AGUNG LIBATKAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENYUSUNAN CETAK BIRU LEMBAGA PERADILAN
Jakarta, 4 Agustus 2009

Mahkamah Agung Republik Indonesia saat ini tengah melakukan survei dan focus group discussion dengan berbagai kalangan di tujuh wilayah yang berbeda: Jakarta, Aceh, Medan, Semarang, Banjarmasin dan Makassar. Proses tersebut berlangsung sejak 31 Juli hingga 7 Agustus 2009. Selanjutnya Mahkamah Agung juga akan melakukan survei dan konsultasi internal yang melibatkan perwakilan dari pengadilan-pengadilan. Setelah itu secara berkala akan dilangsungkan proses konsultasi publik yang melibatkan kalangan eksternal.

Aktivitas tersebut merupakan bagian dari rangkaian proses penyusunan Cetak Biru Mahkamah Agung RI yang telah dimulai sejak tanggal 17 Juli 2009 yang lalu. Pelibatan para pemangku kepentingan sejak dini tersebut merupakan bagian dari upaya Mahkamah Agung untuk membuat rumusan reformasi peradilan yang semakin memenuhi harapan masyarakat.

“Proses konsultasi dan diskusi tersebut akan melibatkan pihak internal maupun eksternal Mahkamah Agung,” jelas Nurhadi, SH. MH., Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung. Kalangan internal yang dimaksud terbentang dari para Hakim Agung di Jakarta hingga para hakim, panitera sampai juru sita di pengadilan-pengadilan yang ada. Sementara kalangan eksternal berasal dari para kalangan profesi hukum dan lembaga-lembaga hukum, maupun kalangan akademisi, media dan perwakilan masyarakat pencari keadilan.

“Hasil survei, diskusi dan konsultasi publik tersebut akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi Mahkamah Agung dalam penyusunan cetak biru tersebut,” tutur Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung, Widayatno Sastrohardjono, SH. MSc. Menurut Hakim Agung yang juga Ketua Tim Penyusunan Cetak Biru ini, upaya ini merupakan langkah lanjutan untuk memperbaharui Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung yang telah dibuat pada tahun 2003 yang lalu. Cetak Biru 2003 tersebut disusun pada saat proses penyatuan peradilan satu atap belum selesai. Kini setelah sistem peradilan satu atap terwujud perlu dilakukan beberapa penyesuaian konteks dan agenda-agenda pembaruan yang akan dilaksanakan. Selain itu Mahkamah Agung juga akan mencoba memetik pelajaran dari penerapan Cetak Biru tersebut, sehingga bisa menyempurnakan strategi implementasi dari Cetak Biru yang akan dibuat.

Semangat pembaharuan yang diusung oleh Cetak Biru 2003 telah membuahkan beberapa hasil positif bagi program pembaruan peradilan di Indonesia. Keterbukaan informasi di pengadilan telah dimulai dengan lahirnya SK KMA No. 144/2007, yang menjadi noktah baru dalam keterbukaan informasi di lembaga negara, mengingat Surat Keputusan Ketua MA tersebut lahir justru sebelum UU Keterbukaan Informasi Publik disahkan oleh DPR. Berbagai inovasi pembaharuan juga muncul di kalangan pengadilan-pengadilan, seperti penerapan teknologi informasi untuk memperbaiki kinerja pengadilan, sampai pengelolaan biaya perkara yang bekerja sama dengan kalangan perbankan. Dengan adanya pembaharuan Cetak Biru ini nantinya, diharapkan akan terjadi akselerasi proses pembaharuan peradilan di Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai proses penyusunan cetak biru ini, bisa menghubungi Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung RI, Bpk. Nurhadi, SH. MH., di no telepon 0812 8941 0368.
- TA -

Senin, 13 September 2010

k.khalil bangkalan

KH.Kholil Bangkalan : Punya Pasukan Lebah Penggempur Musuh
Kategori : Kisah Misteri
ShareThis

KH KHOLIL adalah guru utama yang mencetak banyak ulama besar di Jawa Timur. Sampai sekarang, meski sudah meninggal, banyak ulama yang mengaku belajar secara gaib dengan Mbah Kholil. Banyak cara dilakukan untuk belajar kitab secara gaib dari ulama tersohor ini. Salahsatunya dengan berziarah serta bermalam di makam beliau.
Seperti pernah dikisahkan KH Anwar Siradj, pe-ngasuh PP Nurul Dholam Bangil Pasuruan. Saat mempelajari kitab alfiyah, beliau mengalami kesulit-an. Padahal, kitab yang berupa gramatika Bahasa Arab tersebut, merupakan kunci untuk mendalami kitab-kitab lain.
Kiai Anwar sudah mencoba berguru kepada kiai-kiai besar di hampir semua penjuru Jawa Timur. Tapi hasilnya nihil. Suatu ketika, seperti dikisahkan ustadz Muhammad Salim (santri Nurul Dholam), Kiai Anwar dapat petunjuk, agar mempelajari kitab alfiyah di makam Mbah Kholil.
Petunjuk gaib itu pun dilaksanakan. Selama sebulan penuh Kiai Anwar ziarah di makam Mbah Kholil Bangkalan. Di makam itu dia mempelajari kitab alfiyah. ”Akhirnya Kiai Anwar bisa menghafal alfiyah,” jelas Ustadz Salim.
Banyak ulama generasi sekarang yang meski tidak pernah ketemu fisik dan bahkan lahirnya jauh sesudah Mbah Kholil meninggal, mengakui kalau perintis dakwah di Pulau Madura ini adalah guru mereka. Bukan guru secara fisik, melainkan pembimbing secara batin.
***
MBAH Kholil sempat menimba ilmu di Mekah selama belasan tahun. Satu angkatan dengan KH Hasyim Asy’ari. Selevel di bawahnya, ada KH Wahab Chasbullah dan KH Muhammad Dahlan.
Ada tradisi di antara kiai sepuh zaman dulu, meski hanya memberi nasihat satu kalimat, tetap dianggap sebagai guru Demikian juga yang terjadi di antara 4 ulama besar itu. Mereka saling berbagi ilmu pengetahuan, sehingga satu sama lain, saling memanggilnya sebagai tuan guru.
Menurut KH Muhammad Ghozi Wahib, Mbah Kholil paling dituakan dan dikeramatkan di antara para ulama saat itu. Kekeramatan Mbah Kholil, yang sangat terkenal adalah pasukan lebah gaib.
”Dalam situasi kritis, beliau bisa mendatangkan pasukan lebah untuk menyerang musuh. Ini sering beliau perlihatkan semasa perang melawan penjajah. Termasuk saat peristiwa 10 November 1945 di Surabaya,” katanya.
Kiai Ghozi menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil bersama kiai-kiai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Wahab Chasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon, menge-rahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu.
Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar.
Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar.
Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH Wahab Chasbullah ini.
Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.
Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita Ghozi.
Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju.
Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.
”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.
Sumber : minggupagi online

perlawanan eksekusi

PERLAWANAN TEREKSEKUSI TERHADAP EKSEKUSI DENGAN ALASAN ADANYA PERDAMAIAN KEDUA BELAH PIHAK

Oleh : Drs. H. A. Siddiq,MH

A. Pendahuluan

Eksekusi adalah sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan berkesinambungan dari keseluruh proses hukum acara perdata yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR maupun RBG.
Bahwa pada hakikatnya perdamaian mengakhiri atau menyelesaikan sengketa, maka apabila dibuat perdamaian yang menyangkut penyelesaian eksekusi, maka eksekusi tersebut dianggap selesai dan langsung ditampung oleh perdamaian mengenai cara penyelesaiannya.
Namun pada kenyataannya terhadap setiap eksekusi selalu ada reaksi yang bermacam-macam, adakalanya permintaan penundaan datang dari pihak tereksekusi sendiri, tapi adakalanya permintaan penundaan dari pihak ketiga; Berbagai macam alasan yang dikemukakan, terkadang alasan permohonan penundaan tidak relevan, sehingga terkesan mengulur-ngulur waktu eksekusi; Namun terkadang permohonan penundaan mempunyai bobot yang kuat, yang perlu untuk diperhatikan dan dipertimbangkan, tetapi juga penundaan sama sekali tidak beralasan, terkadang juga membutuhkan pemikiran yang arif, sebagai mana judul makalah yang kita bahas ini, apakah perlawanan tereksekusi terhadap eksekusi dengan alasan perdamaian kedua belah pihak dapat dibenarkan ? ataukah masih ada upaya yang lain yang ditempuh ? Hal ini perlu ada kajian lebih lanjut dan menjadi topik pembicaraan kita bersama;


PEMBAHASAN TENTANG PERLAWANAN EKSEKUSI TERHADAP EKSEKUSI DENGAN ALASAN PERDAMAIAN KEDUA BELAH PIHAK.

Istilah “eksekusi” oleh Prof.Subekti dialihkan dengan istilah pelaksanaan putusan ( Prof R.Subekti,SH 1977:128) Begitupula Nyonya Retno Wulan Sutantio,SH juga mengalihkannya dengan istilah “pelaksanaan putusan; sedangkan yahya harahap membakukan istilah “pelaksanaan” putusan sebagai ganti eksekusi; menurut dia, hal ini sudah tepat Sebab jika bertitik tolak dari ketentuan HIR,maupun RBG pengertian eksekusi sama dengan pengertian “menjalan putusan”, menjalankan putusan pengadilan, tiada lain daripada melaksanakan isi putusan pengadilan. Yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankannya secara sukarela;(Yahya harahap 1988 :4)
Secara teori mungkin masih benar pandangan, bahwa dalam Negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman (Judicial power) yang berperan sebagai katup penekan (pressure valve) atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat; Oleh karena itu peradilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan; Akan tetapi pengalaman pahit yang menimpa masyarakat, terkadang masih mempertontonkan system peradilan yang masih kurang efektif, tidak efesien; Dalam penanganan perkara terkadang memakan waktu bertahun-tahun, proses yang bertele tele yang dililit lingkaran upaya hukum yang tidak berujung; Mulai dari banding, kasasi dan peninjauan kembali; Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, eksekusi dibenturkan lagi dengan upaya verzet maupun deden verzet,tanpa ujung penyelesaian hingga mengembara dan mengadu nasib dihutan belantara, padahal masyarakat pencari keadilan membutuhkan proses penyelesaian yang cepat;

Barangkali hanya dengan penyelesaian sengketa melalui perdamaian yang dapat diharapkan, karena jauh lebih efektif dan efesien sebagai cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau yang dikenal dengan istilah alternative Dispute Resolotion (ADR) dengan baerbagai bentuk seperti mediasi (mediation) melalui sistim kompromi diatara para pihak, sedang pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong (helper) dan fasilitator; atau melalui Konsiliasi(consiliation) melalui konsiliator (conciliator) dimana pihak yang ketiga yang bertindak sebagai konsiliator berperan merumuskan perdamaian (konsiliasi) tetapi keputusan tetap ditangan para pihak dan sebagainya;

Bahwa penyelesaian melalui upaya perdamaian mengandung berbagai
keuntungan subtansial dan psikologis diantaranya :

(a) Penyelesaian bersifat informal; yaitu melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum, dimana kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada pendekatan yang bercorak nurani moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas pembuktian kearah persamaan presepsi yang saling menguntungkan;
(b) Para Pihak Sendiri yang Menyelesaikan Sengketa;
Dalam hal ini penyelsaian tidak diserhkan kepada kemauan dan kehendak hakim atau arbiter, tetapi diselesaikan oleh para pihak sendiri sesuai kemauan mereka, karena merekalah yang lebih tahu hal yang sebenarnya dan sesungguhnya atas sengketa yang dipermasalahkan;
(c) Jangka Waktu Penyelesaian Pendek Dan Biaya Ringan;
Pada umumnya jangka waktu penyelesaian hanya satu atau dua minggu atau paling lama satu bulan, asal ada ketulusan dan kerendahan hati dari kedua belah pihak; Biayanyapun ringan dan murah;
(d) Aturan Pembuktian Tidak Perlu;
Tidak ada pertarungan yang sengit antara para pihak untuk saling membantah dan menjatuhkan pihak lawan melalui system dan prinsip pembuktian yang formil dan teknis yang sangat menjemukan;
(e) Proses Penyelesaian Bersifat Konfidensial;
Hal lain yang perlu dicatat, penyelesaian melalui perdamaian benar-benar bersifat rahasia atau konfidensial; atau penyelesainnya tertutup untuk umum, yang mengetahui pihak mediator atau konsiliator atau advisor maupun ahli yang bertindak membantu penyelesaian, dengan demikian tetap terjaga nama baik para pihak dalam masyarakat;
(f) Hubungan para Pihak Bersifat Kooperatif dan komunikasi dan Fokus penyelesaian;
Oleh karena yang berbicara dalam penyelesaian adalah hati Nurani, maka terjalin penyelesaian berdasarkan kerja sama, masing-masing menjauhkan dendam dan permusuhan, dan juga terwujud adanya komunikasi aktif antara para pihak, yang terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan kesalahan.
(g) Hasil Yang Dituju Sama Menang
Hasil yang dicari dan dituju para pihak dalam penyelesaian perdamaian dapat dikatakan sangat luhur, sama-sama menang yang disebut win-win solution, dengan menjauhkan diri dari sifat egoistic dan serakah, atau menang sendiri;
(h) Bebas Emosi dan dendam
Penyelesaian sengketa melalui perdamaian, meredam sikap emosional tinggi dan bergejolak, kearah suasana bebas emosi selama berlangsung penyelesaian mapun setelah penyelesaian dicapai, tidak diikuti dendam dan kebencian tetapi rasa kekeluargaan dan persaudaraan; (M.Yahya harahap,SH 2005:236)

Adapun putusan perdamaian atau akta perdamaian, melekat kekuatan hukum mengikat dan kekuatan hukum eksekusi; Putusan perdamaian persis sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, yang dalam dirinya melekat kekuatan hukum mengikat kepada para pihak atau kepda orang yang mendapat hak dari mereka. Para pihak tidak dapat membatalkannya secara sepihak. Para pihak mesti menaati dan melaksanakan sepenuhnya isi yang tercantum dalam putusan perdamaian. Dengan demikian, terhadap putusan perdamaian berlaku ketentuan Pasal 1339 dan Pasal 1348 KUH Perdata.
Akan tetapi bukan saja kekuatan hukum mengikat yang melekat pada peraturan perdamaian. Bahkan sekaligus di dalamnya melekat kekuatan hukum eksekutorial. Ini berarti, apabila salah satu pihak enggan melaksanakan isi persetujuan perdamaian “secara sukarela”, pihak lain dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan , supaya pihak yang ingkar tadi dipaksa memenuhi isi putusan perdamaian, semua ketentuan eksekusi terhadap putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, berlaku sepenuhnya terhadap eksekusi putusan perdamaian. Jika putusan perdamaian mengandung eksekusi riil, maka segala ketentuan eksekusi riil yang diatur dalam Pasal 200 Ayat 11 HIR atau Pasal 1033 RV, berlaku sepenuhnya dalam kasus eksekusi putusan perdamaian. Kalau yang terkandung dalam putusan perdamaian berupa eksekusi pembayaran sejumlah uang, berlaku sepenuhnya aturan eksekusi yang diatur dalam pasal 195 sampai dengan pasal 200 HIR. Dan jika eksekusinya mengandung pelaksanaan suatu perbuatan ( untuk melakukan sesuatu), berlaku sepenuhnya ketentuan eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR.
Kalau begitu penaatan dan pemenuhan putusan perdamaian sama halnya dengan penaatan dan pemenuhan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap:
· Pertama, penaatan dan pemenuhannya dapat dilakukan secara sukarela;
· Kedua, penaatan dan pemenuhannya dapat dipaksakan melalui eksekusi, apabila salah satu pihak enggan menaati dan memenuhinya secara sukarela.
Kalau begitu, naïf sekali beberapa tindakan Pengadilan yang enggan melaksanakan permintaan eksekusi terhadap putusan perdamaian. Sering terjadi dalam praktek tentang penolakan Pengadilan mengadakan eksekusi terhadap putusan perdamaian. Mudah-mudahan dengan uraian ini sudah dapat membantu pelaksanaan lapangan melayani permintaan eksekusi atas putusan-putusan perdamaian, supaya makna putusan perdamaian itu benar-benar efektif menyelesaikan persengketaan diantara pihak yang berselisih. Bahkan pada hakikatnya putusan perdamaian memperpendek proses penyelesaian perkara. Hal ini perlu disadari, agar tidak terjadi tindakan-tindakan Pengadilan yang melampaui batas pelayanan.

Selain itu pula, bahwa Ketentuan pasal 196 dan pasal 224 HIR, hanya alasan “perdamaian” yang dapat dibenarkan menunda atau menghentikan eksekusi. Hanya perdamaian saja yang merupakan alasan undang-undang untuk menunda atau menghentikan eksekusi; Sedangkan alasan-alasan lain seperti derden verzet, peninjauan kembali, atau alas an obyek eksekusi masih disengketakan dalam perkara lain, bukan alasan penundaan menurut undang-undang. Kebolehan dan penerapan alasan-alasan itu hanya dapat dipergunakan secara kasuistis dan eksepsional berdasar kepatutan dan kepentingan peradilan atau process doelmatig;
Yang dimaksud dalam uraian ini dengan perdamaian ialah bentuk perdamaian yang diatur dalam pasal 1851 KUH Perdata. Misalnya, setelah putusan berkekuatan hukum yang tetap kedua belah pihak mengadakan perdamaian yang memberi kelonggaran kepada tereksekusi untuk melakukan pembayaran dalam tempo 6 bulan. Bisa juga berupa perdamaian yang memberi kewajiban kepada tereksekusi untuk menyerahkan barang lain sebagai pengganti barang yang menjadi obyek eksekusi, maka apabila ada perdamaian antara kedua belah pihak maka eksekusi ditunda dan penundaan atau penghentian eksekusi atas alas an perdamaian adalah mutlak; Artinya, apabila pihak mengadakan perdamaian yang berkenaan dan bermaksud untuk menunda atau menghentikan eksekusi, pengadilan “mesti” menuda atau menghentikan eksekusi (M.Yahya harahap 1988:300)
Demikian prisnsip yang terkandung pada suatu perdamaian, karena pada hakikatnya perdamaian itu mengakhiri sengketa atau menyelesaikan sengketa, maka apabila dibuat perdamaian yang menyangkut penyelesaian eksekusi. Eksekusi tersebut dianggap selesai langsung ditampung oleh perdamaian mengenai cara penyelesainnya. Itu sebabnya eksekusi mutlak harus ditunda atau dihentikan bila ada perdamaian. Bilamana Pengadilan yang tidak mau menunda atau menghentikan eksekusi sekalipun telah ada perdamaian dianggap merupakan sikap yang keterlaluan dan melampui batas. Kecuali apabila perdamaian diingkari pihak tereksekusi maka dengan sendirinya, putusan kembali mempunyai kekuatan eksekusi dan eksekusi dapat dijalankan tanpa melalui gugatan baru; Kenapa demikian ? karena pada dasarnya perdamaian memang bertujuan menyelsaikan eksekusi (sengketa). Akan tetapi penyelesaian yang melekat pada perdamaian tidak terlepas dari pemenuhan perdamaian itu sendiri. Kalau pihak tereksekusi menaati pemenuhan perdamaian, pada pemenuhan itu terkandung pula penyelesaian dan pemenuhan eksekusi. Perdamaian dipenuhi, berarti dengan sendirinya memenuhi isi putusan yang hendak dieksekusi. Mengingkari perdamaian berarti mengingkari pemenuhan putusan secara sukarela ; Oleh karena mengingkari perdamaian identik dengan mengingkari pemenuhan putusan pengadilan secara sukarela,maka pemenuhan putusan harus dijalankan melalui eksekusi; Begitu pula sebaliknya, bila pemohon eksekusi yang ingkar memenuhi isi perjanjian, Keingkaran itu besa saja terjadi dengan berbagai dalih, Misalnya atas alasan perdamaian dibuat dengan paksa. Perdamaian mengandung cacat dwaling. atau pemenuhan yang dilakukan tereksekusi tidak patut dan sebagainya.
Menghadapi kasus seperti ini, kembali diserahkan penilaiannya kepada Ketua Pengadilan, kalau cukup fakta untuk menduga adanya unsur paksaan atau dwaling atu tipu muslihat, dia dapat memerintahkan eksekusi. Jika pihak tereksekusi keberatan atas eksekusi tersebut, maka dia dapat mengajukan gugat baru atau berupa gugat pembatalan eksekusi. (M.Yahya Harahap 1988:303)
Menurut Prof Subekti,SH, Apa yang dinyatakan dalam pasal 1858, yaitu bahwa segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan, dan bahwa takdapatlah perdamaian itu dibantah dengan alas an kekhilafan mengenai hukum dengan alas an bahwa salah satu pihak dirugikan.Namun suatu perdamaian dapat dibatalkan apabila telah terjadi suatu kekhilapan mengenai orangnya, ataumengenai pokok perselisihan. Ia dapat dibatalkan dalam segala hal dimana telah dilakukan penipuan atau paksaan (ps.1859) Juga suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian palsu adalah sama sekali batal. (Prof.Subekti,SH : 1995:179)

Pada prinsipnya yang dapat dieksekusi ialah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun undang-undang sendiri mengatur penyimpangan atas asas tersebut. Ada sesuatu hal yang dapat dieksekusi walaupun hal itu bukan putusan pengadilan dalam arti yang murni. Salah satu bentuk pengecualian yang diatur dalam undang-undang ialah mengenai eksekusi “putusan perdamaian” sekalipun putusan perdamaian bukan murni putusan pengadilan, karena dalam putusan tersebut bukan hakim yang berperan “sengketa”, putusan perdamaian disamakan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan dapat dimintakan eksekusi oleh para pihak yang tercantum dalam putusan perdamaian (dading)
Adapun jika berhadapan dengan perlawanan terhadap eksekusi tidak mutlak menunda eksekusi; Prinsip ini sama dengan apa yang melekat pada perlawanan pihak ketiga terhadap eksekusi. Dalam kasus inipun perlawanan pihak ketiga terhadap eksekusi tidak mutlak menunda eksekusi.
[1]Penerapan penundaan eksekusi berdasar perlawanan pihak tereksekusi disesuaikan dengan : “asas kasuistis. Apabila secara factual terdapat alas an perlawanan yang sangat mendasar, tentu pengadilan dapat mengabulkan penundaan eksekusi sampai putusan perlawanan memperoleh kekuatan hukum tetap.

PENUTUP/KESIMPULAN

1. Perdamaian mengakhiri Sengketa;
2. Hanya alas an “perdamaian” yang apat menunda atau menghentikan eksekusi;
3. Bila diingkari pihak tereksekusi, maka dengan sendirinya putusan kembali mempunyai hukum tetap, dan eksekusi dapat dijalankan tanpa melalui gugatan baru;



DAFTAR PUSTAKA


1. M. Yahya Harahap,SH : 2005, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta
2. M. Yahya Harahap,SH : 1988, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,PT.Gramedia, Jakarta
3. Prof R. Subekti, SH, Hukum Acara Perdata, Bina cipta Jakarta
4. Prof. R. Subekti,SH, Aneka Perjanjian,PT.Citra Aditya Bakti,bandung: 1995





[1]